Selasa, 22 Desember 2015

Pria Lebih Menderita Karena Putus Cinta

Rabu , 23 des 2015                                                                                                                             Pria Lebih Menderita Karena Putus Cinta

Hubungan cinta tidak selamanya berjalan mulus. Ada yang sukses hingga ke jenjang pernikahan dan kemudian membuahkan anak. Namun lebih banyak hubungan cinta yang berakhir prematur dengan kedua pihak kembali menjalankan kehidupan lajangnya masing-masing. Ada yang berakhir baik-baik dengan keduanya saling mengucapkan terima kasih dan masih menjadi teman dekat. Ada pula yang berakhir tidak baik dengan keduanya saling mengucapkan sumpah serapah dan berurai air mata. Bagaimanapun juga, hubungan cinta yang kandas pasti sedikit banyak menimbulkan penderitaan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pihak mana sebenarnya yang paling menderita akibat putus cinta?

Prialah yang sebenarnya paling menderita, menurut David Zinczenko, kolumnis majalah Men’s Health. Ia menolak anggapan umum bahwa pria lebih tegar daripada wanita dalam menghadapi putusnya hubungan percintaan. Apa saja alasannya?


Pria Menyembunyikan Perasaannya. Ketika seorang pria diputuskan oleh pasangannya, biasanya ia akan sesumbar: Biar saja, life still goes on. Caranya? 26% pria yang mengisi survei online Men’s Health melakukannya dengan minum-minum bersama teman-temannya. 36% pria akan menatap mantan pacarnya, tersenyum, dan mengucapkan terimakasih. Faktanya, kedua hal tersebut dilakukan pria untuk menutup-nutupi perasaannya. Ini adalah reaksi yang alamiah; gender pria dikondisikan masyarakat untuk tidak gampang menunjukkan perasaan, apalagi perasaan yang membuatnya terlihat lebih lemah. Namun represi ini juga berakibat sulitnya menghilangkan perasaan terluka, marah, atau sedih dari dirinya. Sebaliknya, wanita yang putus cinta biasanya langsung menangis (atau mengekspresikan emosinya) saat itu juga, dan wanita juga cenderung lebih to-the-point ketika mengakhiri hubungan cinta. Akhirnya mereka akan lebih cepat menghilangkan perasaan-perasaan negatif itu dibandingkan pria.

Pria Punya Lebih Sedikit Teman Curhat. Salah satu alasan mengapa wanita lebih cepat pulih dari penderitaan pasca putus cinta daripada pria adalah karena wanita memiliki lebih banyak teman yang bisa diandalkan untuk bercerita. Penelitian menunjukkan bahwa pria mengandalkan hubungan cinta untuk mendapatkan kedekatan emosional dan dukungan sosial, sementara wanita bisa mendapatkan hal yang sama dengan keluarga dan teman sesama wanita. Begitu wanita mengalami putus cinta, ia akan bercerita kepada siapa saja, kalau perlu kepada orang yang tidak dikenal yang duduk di sebelahnya di bis umum, agar perasaannya bisa lebih enak. Pria, di sisi lain, cenderung lebih enggan membuka diri untuk soal ini. Mungkin baru beberapa bulan kemudian, ketika dalam keadaan setengah teler, baru ia berani bercerita kepada teman-teman prianya mengenai betapa inginnya ia kembali lagi dengan si mantan.

Pria Tidak Suka Memulai Dari Awal Lagi. Setelah putus cinta, pada awalnya pria mungkin akan merasa semangat membayangkan wanita-wanita yang akan ia kencani di masa depan. Namun setelah kencan yang keempat, kesembilan, atau ketigabelas kalinya, barulah ia sadar kalau dibutuhkan usaha keras dan waktu yang panjang untuk sampai pada tingkat keintiman yang pernah ia alami bersama mantannya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih mampu menyesuaikan diri ketika hubungan berakhir karena sebelumnya mereka sudah memikirkan adanya kemungkinan itu, sementara pria biasanya lebih tidak siap dengan putus cinta. Perasaan nyaman secara emosional membuat pria merasa beruntung bisa memiliki seseorang seperti dia. Sayangnya, hal ini seringkali baru disadari ketika si dia sudah berubah status menjadi mantan pacar.

Gambaran Pacaran Pria Yang (Terlalu) Ideal. Banyak kasus putus cinta merupakan reaksi sesaat atas apa yang dirasa sebagai kebosanan; bosan dengan aktivitas, pembicaraan, dan pertengkaran yang itu-itu saja. Kalau kembali melajang, pria mungkin merasa ia akan menjalani hidup yang lebih menarik; tanpa komitmen, bebas pergi ke mana saja, dan bebas bergaul dengan wanita-wanita yang bisa dijadikan pacar baru. Barulah ketika benar-benar melajang ia sadar bahwa hidupnya tidak menjadi seperti itu, bahkan sekarang waktunya tersita oleh pekerjaan. Ia pun kembali merindukan keintiman yang dia alami pada masa pacaran dulu. Penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih tinggi skornya daripada pria dalam hal keintiman sosial, seksual, dan intelektual. Dan biasanya wanita juga lebih cepat menyadari bahwa keintiman adalah dasar dari hubungan yang tahan lama, dan bukannya sekedar variasi aktivitas.

Menurut Zinczenko pula, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih rentan mengalami stres, depresi, dan kecemasan ketika putus cinta dibandingkan dengan wanita. Itu menurut dia. Bagaimana pendapat anda? Apakah anda memiliki pengalaman yang membenarkan atau menyangkal pendapat ini?

Mau Tau Kenapa Perempuan Mau Ĵǻϑi Selingkuhan ???

Rabu, 23 des 2015                                                                                                              Mau tahu kenapa perempuan mau jadi selingkuhan? …

Karena topik ini lagi jadi “hot” banget di blog ini, aku jadi pengen nulis (lagi) mengenai perselingkuhan . Entah kenapa jadi asik di omongin mungkin karena tidak semua orang bisa menceritakan perselingkuhannya. Biasanya orang tersebut akan diam dan sibuk dengan cara dan berpikir sendiri, menderita dan menikmati sendiri.
Gak banyak yang bisa seperti kawan kita yang dengan setia meng-up date- kisah perselingkuhannya sehingga para blogger jadi penasaran (hehehe termasuk aku sih …..). Penasaran gimana endingnya , gimana si wanita menerima akhir dari hubungan mereka, gimana si pria merampungkan kisah cinta terlarangnya. Malah ada yang menjadikan bahan diskusi dengan pasangan dan hampir tiap hari mampir ke blog tersebut untuk melihat perkembangan selanjutnya. Penasaran judulnya …
Trus kenapa yah kok ada perempuan-perempuan yang mau jadi selingkuhan? Jawabnya banyak. Diantaranya mungkin dibawah ini : (bisa ditambahin kok …)
* Merasakanbegitudicintai, diinginkan, dibutuhkan (CINTA)
* Begitu banyak kebahagian yang didapat oleh selingkuhannya (BAHAGIA)
* Ekonomi, ini buat perempuan-perempuan yang mungkin tidak bisa menghidupi diri sendiri, tidak bekerja misalnya. (MATERI)
* Sex Experiences , tidak puas dengan pasangan sehingga ketika media perselingkuhan ke arah ranjang jadi merasa punya solusi . (SEX)
* Ini kan tidak benar-benar, pada suatu saat pasti akan berakhir. (TOBAT)
* Ada tempat yang kosong, yang seharusnya tidak di isi oleh orang lain, tapi ketika orang itu datang, diterima sebagai anugrah . (KESEPIAN)
* Bersedia menjadi istri ke-2 (PRO POLIGAMI)
* Karena “gayung bersambut” jadi …. (PETUALANGAN)
* Coba-coba(ISENG)
Selain diatas, memang ada perempuan yang benar-benar bisa menikmati perselingkuhan itu, dia tidak lagi merasa bersalah ketika diingatkan tentang hanya menyakiti sesama, anak (anak-anak) pasangan selingkuh, dosa, dicibir orang dan lain sebagainya. Karena pada saat ini ketika rasa ketidakpedulian begitu besar. Sepanjang pasangan selingkuh tetap bisa menjalani seperti perempuan akan siap saja melawan apapun.
Perempuan seperti ini kalo punya bikin blog pasti dah dapet caci maki disini , beda dengan blogger yang mau tobat atau akan tobat, kita akan mendukung sepenuh hati. Tapi aku yakin ketika semua kesalahan itu kita bicara dari sudut agama, pasti semua setuju. Makanya orang kalo lagi selingkuh gak mau membicarakan hal ini dari sudut pandang agama, karena memang dari qalbunya mereka mengamini kalau ini sudah jelas-jelas salah. Mereka selalu berlindung dibalik kata, CINTA dan SAYANG . Atau “dia melengkapi jiwa dan membuat nyaman hati “
TApi katanya laki-laki itu seperti KARET GELANG dan perempuan itu seperti GELOMBANG. (nanti kapan-kapan kita bahan tentang ini lebih detail) . Kita bicara perempuan dulu. Perempuan itu seperti gelombang. Bila merasa dicintai, harga dirinya naik-turun dalam gerakan gelombang. Saat merasa sangat senang , ia akan mencapai suatu puncak. Saat gelombangnya sedang naik, wanita merasa mempunyai cinta melimpah untuk diberikan. Tapi bila gelombang itu turun. ia merasa kosong dan hatinya harus diisi dengan cinta.
Nah ketika dia merasa ada cinta yang masuk (meskipun dari orang yang salah- makanya terjadi perselingkuhan) hatinya tidak bisa menolak.
Begitu jugadalam menjalin hubungan, laki-laki suka menarik diri, kemudian mendekat lagi, sementaraperempuan naik-turun kemampuannya untuk mencintai diri sendiri dan orang lain.Perempuan selalu diombang-ambing perasaan, apalagi ketika itu bicara tentangCINTA,BAHAGIA ,RINDU …..
Jadi meski tahu dan paham bahwa dengan atas nama apapun “AFFAIR IS FORBIDDEN” (perselingkuhan itu gak banget …) masih ada perempuan di luar sana yang mau jadi selingkuhan …….


Minggu, 06 Desember 2015

WANITA PERTAMA YANG MASUK SYURGA

Berlomba lomba lah dalam kebaikan ...            .                                                                                                
Agar menjadi kesadaran dan inspirasi bagi para istri dan wanita muslim akan kedudukan suami serta agar memuliakan suaminya sebagai kunci bagi dirinya untuk memasuki surga. Semoga Alloh menempatkan kita semua sebagai muslimah pertama yang masuk surga.

Suatu ketika, Siti fatimah bertanya kepada Rosulullah. Siapakah Perempuan yang kelak pertama kali masuk surga? Rosulullah menjawab:” Dia adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah”.

Siti Fatimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang dibayangkannya. Mengapa justru orang lain, padahal dia adalah putri Rosulullah sendiri? Maka timbullah keinginan fatimah untuk mengetahui siapakan gerangan permpuan itu? Dan apakah yang telah di perbuatnya hingga dia mendapat kehormatan yang begitu tinggi?

Setelah minta izin kepada suaminya, Ali Bin Abi Thalib, Siti Fatimah berngkat mencari rumah kediaman Muti’ah. Putranya yang masih kecil yang bernama Hasan diajak ikut serta.

Ketika tiba di rumah Muti’ah, Siti Fatimah mengetuk pintu seraya memberi salam, “Assalamu’alaikum…!”

“Wa’alaikumussalaam! Siapa di luar?” terdengar jawaban yang lemah lembut dari dalam rumah. Suaranya cerah dan merdu.

“Saya Fatimah, Putri Rosulullah,” sahut Fatimah kembali.

“Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini Fatimah, putri Rosululah, sudi berkunjung ke gubug saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam. Suara itu terdengar ceria dan semakin mendekat ke pintu.

“Sendirian, Fatimah?” tanya seorang perempuan sebaya dengan Fatimah, Yaitu Muti’ah seraya membukakan pintu.

“Aku ditemani Hasan,” jawab Fatimah.

“Aduh maaf ya,” kata Muti’ah, suaranya terdengar menyesal. Saya belum mendapat izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”

“Tapi Hasan kan masih kecil?” jelas Fatimah.

“Meskipun kecil, Hasan adalah seorang laki-laki. Besok saja Anda datang lagi, ya? saya akan minta izin dulu kepada auami saya,” kata Mutiah dengan menyesal.

Sambil menggeleng-gelengkan kepala , Fatimah pamit dan kembali pulang.

Besoknya, Fatimah dating lagi ke rumah Muti’ah, kali ini a ditemani oleh Hasan dan Husain. Beritga mereka mendatangi rumah Muti’ah. Setelah memberi salam dan dijawab gembira, masih dari dalam rumah Muti’ah bertanya:

“Kau masih ditemani oleh Hasan, Fatimah? Suami saya sudah memberi izin.” “Ha? Kenapa kemarin tidak bilang? Yang dapat izin cuma Hasan, dan Husain belum. Terpaksa saya tidak bisa menerimanya juga, “ dengan perasaan menyesal, Muti’ah kai ini juga menolak.

Hari itu Fatimah gagal lagi untuk bertemu dengan Muti’ah. Dan keesokan harinya Fatimah kembali lagi, mereka disambut baik oleh perempuan itu dirumahnya.

Keadaan rumah Mutiah sangat sederhana, tak ada satupun perabot mewah yang menghiasi rumah itu. Namun, semuanya teratur rapi. Tempat tidur yang terbuat dengan kasar juga terlihat bersih, alasnya yang putih, dan baru dicuci. Bau dalam ruangan itu harum dan sangat segar, membuat orang betah tinggal di rumah.

Fatimah sangat kagum melihat suasana yang sangat menyenangkan itu, sehngga Hasan dan Husain yang biasanya tak begitu betah berada di rumah orang, kali ini nampak asyik bermain-main.

“Maaf ya, saya tak bisa menemani Fatimah duduk dengan tenang, sebab saya harus menyiapkan makan buat suami saya,” kata Mutiah sambil mondar mandir dari dapur ke ruang tamu.

Mendekati tengah hari , masakan itu sudah siap semuanya, kemudian ditaruh di atas nampan. Mutiah mengambil cambuk, yang juga ditaruh di atas nampan.

“Suamimu bekerja dimana?” Tanya Fatimah

“Di ladang,” jawab Muti’ah.

“Pengembala?” Tanya Fatimah lagi.

“Bukan. Bercocok tanam.”

“Tapi, mengapa kau bawakan cambuk?”

“Oh, itu?” sahut Mutiah denga tersenyum.” Cambuk itu kusediakan untuk keperluan lain. Maksudnya begini, kalau suami saya sedang makan, lalu kutanyakan apakah masakan saya cocok atau tidak? Kalau dia mengatakan cocok, maka tak akan terjadi apa-apa. Tetapi kalau dia bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya berikan kepadanya, agar punggung saya dicambuknya, sebab berarti saya tidak bisa melayani suami dan menyenangkan hatinya.”

“Apakah itu kehendak suamimu?” Tanya Fatimah keheranan.

“Oh, bukan! Suami saya adalah seorang penuh kasih sayang. Ini semua adalah kehendakku sendiri, agar aku jangan sampai menjadi istri yang durhaka kepada suami.”

Mendengar penjelasan itu, Fatimah menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia meminta diri, pamit pulang.

“Pantas kalau Muti’ah kelak menjadi seorang perempuan yang pertama kali masuk surga,” kata Fatimah dalam hati, di tengah perjalannya pulang, “Dia sangat berbakti kepada suami dengan tulus. Prilaku kesetiaan semacam itu bukanlah lambang perbudakan wanita oleh kaum lelaki, Tapi merupakan cermin bagi citra ketulusan dan pengorbanan kaum wanita yang harus dihargai dengan prilaku yang sama.”

tak hanya itu, saat itu masih ada benda kipas dan kain kecil.

“Buat apa benda ini Muthi’ah?” Siti Muthi’ah tersenyam malu. Namun setelah didesak iapun bercerita. “Engkau tahu Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras keringat dari hari ke hari. Aku sangat sayang dan hormat kepadanya. Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya. Kubuka bajunya, kulap tubuhnya dengan kain kecil ini hingga kering keringatnya. Ia-pun berbaring ditempat tidur melepas lelah, lalu aku kipasi beliau hingga lelahnya hilang atau tertidur pulas”

sungguh mulia Siti Muthi’ah, wanita yang taat kepada suaminya. maka tidaklah salah jika dia wanita pertama yang masuk surga.


Senin, 30 Maret 2015

Ketika Kita di Dzolimi , Apa Yang Harus di Lakukan

Ketika kita di dzolimi , Apa Yang Harus Kita Lakukan ...              Jika kita merasa sangat terdzolimi, terkadang muncul kebencian memuncak di dalam diri kita yang mana itu bisa jadi bom waktu yang bisa menghancurkan hidup kita. Kita harus hati-hati dengan diri kita ketika benci itu muncul. Memaafkan adalah cara terbaik tapi apa itu mudah?…Melupakan perbuatan dzolim dan sakit hati kita, apa itu mudah?…..tentu itu ‘tidak mudah’ dan semua butuh proses karena memang sifat dasar manusia yang tentunya lebih cenderung merasa tidak terima dan ingin membalas. Harusnya kita bisa kuat, harusnya kita tidak menjadikan diri kita lemah dan terus diam atau malah membalas jika didzolimi. Sabar itu cara terbaik, namun sabar manusia selalu menemui titik jenuh. Titik jenuh sabar adalah titik dimana kesabaran itu sudah berubah fungsi. Sabar di sini bukan berarti pasrah pada keadaan dan membiarkan diri kita hancur oleh kedzoliman, namun sabar di sini adalah tetap berusaha untuk keluar dari kedzoliman itu untuk mendapatkan hidup yang lebih indah dan bahagia, dan tidak ada kedzoliman yang membahagiakan tentunya. Keluarlah dari kedzoliman yang kamu alami karena kamu berhak bahagia. Ketika kamu sudah keluar dari zona kedzoliman dan ternyata masih menyisakan kebencian, apa yang harus kita lakukan? Ketika kebencian menyeruak, kita harus terus mencari cara bagaimana kita bisa meng-handle hal itu. Jangan sampai membuat dirimu makin terpuruk dengan ingatan kebencian pada orang yang mendzolimi-mu dan kesalahan yang dilakukan orang tersebut terhadapmu.

Ada beberapa kiat yang bisa kita terapkan jika kita didzolimi oleh orang-orang di sekeliling kita. Perlakuan buruk orang lain terhadapmu jangan sampai menjadikanmu pribadi yang diliputi kesedihan, kebencian. Walaupun sedih itu susah hilang akibat bekas buruk yang mereka torehkan di hati kita, tapi cobalah maafkan mereka dengan setulus-tulusnya maaf.

1. Allah memperingatkan kita untuk selalu bersabar dan bersikap lemah lembut ketika menghadapi segala benturan dari orang-orang di sekeliling kita.

Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Ali Imran (3) : 159 yang artinya:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. Ali-Imran: 159)

Tetapi, dalam sikap sabar dan lemah-lembut kita bukan berarti bahwa kita tidak diperbolehkan bersikap tegas. Sikap tegas itu mutlak diperlukan ketika benturan tersebut sudah menodai harga diri, kehormatan dan akidah kita. Anjuran sabar dan bersikap lemah lembut memang harus kita jalankan. Tetapi ketika seseorang tersebut terus men-dzolimi kita berulangkali, maka sikap tegas harus kita kedepankan.

 2. Hubungan antar manusia haruslah berlandaskan ikhlas, saling menghargai, jujur, suka berterus terang, tidak menggunjingkan satu dengan yang lain,  tidak menyakiti hati yang lain dan tidak menyembunyikan sesuatu yang membawa keburukan bagi orang lain. Ketika sikap ikhlas tersebut hilang dari salah satunya, dan malah mendatangkan keburukan bahkan kedzoliman terus merajalela, maka hubungan antar manusia tersebut tidak ada gunanya untuk dilanjutkan, karena sudah melanggar hakekat hubungan yang baik. Akan lebih baik, meninggalkan orang-orang yang senang berbuat dzolim karena tentunya masih banyak orang-orang yang baik di sekeliling kita. Meninggalkan di sini bukan berarti memutuskan silaturahim tetapi meninggalkan berarti melepaskan diri dari hubungan dekat namun tetap menjaga silaturahim. Dengan menjaga jarak hubungan diharapkan tidak akan timbul gesekan dan kedzoliman. Tak perlu memaksakan diri untuk dihargai karena orang yang baik akan dihargai orang yang baik juga. Maka bertemanlah dengan orang baik dan tinggalkan mereka yang suka mendzolimi sesamanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)

Rasulullah bersabda:

«ألا أنبئكم بخياركم؟» قالوا: بلى يا رسول الله، قال: «خياركم الذين إذا رُؤوا ذُكِرَ اللهُ عز وجل

Maukah kalian aku tunjukkan manusia terbaik diantara kalian?, sahabat menjawab,” Tentu Ya Rasulullah, Rasul bersabda,”Sebaik-baik orang adalah yang jika kalian melihatnya mengingatkan kepada Allah.” ( HR. Ibnu Majah no. 4119 dari hadits Asma’ bin Yazid )

Umar bin Khattab berkata,” Hendaklah kalian bersama teman-teman yang baik, karena mereka  ibarat hiasan kegembiraan dan bekal dalam ujian.” ( Raudhatul Uqala hal. 90 )

Keutamaan lain yang dimiliki oleh teman-teman yang baik adalah doa. Doa teman yang baik dari  jauh akan dikabulkan Allah, Rasulullah bersabda,” Doa seorang mukmin untuk saudara yang  tidak berada disisinya akan dikabulkan Allah, dibawa oleh Malaikat yang bertugas, setiap saudaranya berdoa kebaikan malaikat berkata,” Amiin “ ( semoga Allah mengabulkan )  Dan bagimu seperti doamu ( HR. Muslim  2733).

3. Selalu ada kebaikan bagi diri kita walaupun kita merasakan sakit akibat didzholimi. Apa kebaikan bagi kita? Allah akan menambahkan pahala dan menggugurkan dosa-dosa orang yang terdzolimi.
Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda: “Tahukah kamu siapa yang bangkrut itu?”, mereka (sahabat) berkata: “Ya Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya kesenangan dan uang” (kemudian) Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah orang yang datang (pada hari kiamat) membawa pahala sholat, zakat, puasa dan haji. Sedang (ia) pun datang (dengan membawa dosa) karena memaki-maki orang, mengumpat, memfitnah, memukul orang, dan mengambil harta benda orang (hak–hak orang), maka kebaikan-kebaikan orang (yang mendzolimi) itu diambil untuk diberikan kepada orang-orang yang terdzolimi. Maka tatkala kebaikan orang (yang mendzolimi) itu habis, sedang hutang (kedzolimannya) belum terbayarkan, maka diambilkan kajahatan-kejahatan dari mereka (yang terdzolimi) untuk di berikan kepadanya (yang mendzolimi), kemudian ia (yang mendzolimi) dilemparkan kedalam neraka (HR. Muslim)

4. Jangan pernah berpikir untuk membalas dendam. Jika kebencian itu menyeruak segera alihkan, pikirkan hal yang positif bahwa kamu sedang diuji sabar oleh Allah, kamu sedang diuji untuk ikhlas, dan kamu yakin bahwa skenario Allah selalu indah. Walaupun kita merasakan sakit namun akan selalu ada kebaikan-kebaikan yang Allah siapkan untuk kita. Hilangkan kebencian dan keinginan untuk membalas karena Allah yang akan membalasnya, Allah Maha Adil. Tidak ada satu hal pun yang lepas dari pantauanNya. Tidak ada satu kejahatan pun atau perbuatan buruk apapun yang tidak akan dibalas oleh-Nya. Jika kita difitnah oleh orang lain dan di dzholimi, maka adukan dan pasrahkan kepada Allah. Jangan kotori hati dan jiwa kita untuk balas dendam atau menyimpan kebencian, amarah dan sakit hati. Ikhlaskan semuanya kepada Allah.  

Firman Allah dalam QS. Al Zaljalah : 7-8. “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya juga”.

Dzolim merupakan perbuatan yang di larang oleh Allah SWT dan termasuk dari salah satu dosa-dosa besar. Manusia yang berbuat dzolim akan mendapatkan balasan di dunia dan siksa yang pedih di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Asy-Syura : 42 “Sesungguhnya dosa besar itu atas orang-orang yang berbuat dzolim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih“. 

5. Jadikan ALLAH, satu satunya penolong dan pelindung. Allah menjanjikan dalam Surah Al-Thalaq ayat 2 dan 3, “Barang siapa yang bersungguh-sungguh mendekati Allah (bertaqwa), niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar bagi setiap urusannya, dan akan diberi rezeki dari tempat yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal hanya kepada Allah, niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya.”

6. Maafkanlah dengan tulus mereka yang mendzolimi-mu

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-A’raf 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur’an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

… dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)

Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an :

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Yaitu orang2 yang menginfakkan hartanya ketika lapang dan sempit dan menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.” (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)

Memaafkan adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang ditimpakan orang kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal ia mampu untuk membalasnya. Memang sebuah kewajaran bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang menyakitinya. Dan dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan yang semisalnya. Namun alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: 

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syura: 40)

Memaafkan kesalahan orang acapkali dianggap sebagai sikap lemah dan bentuk kehinaan, padahal justru sebaliknya. Bila orang membalas kejahatan yang dilakukan seseorang kepadanya, maka sejatinya di mata manusia tidak ada keutamaannya. Tapi di kala dia memaafkan padahal mampu untuk membalasnya, maka dia mulia di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala dan manusia.

Kemuliaan yang kita bisa dapat dari memaafkan kesalahan orang yang mendzolimi kita.

Mendatangkan kecintaan
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Fushshilat ayat 34-35: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilat: 34-35)

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan: “Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: ‘Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan orang beriman untuk bersabar di kala marah, bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan jelek. Bila mereka melakukan ini maka Allah Subhanahu wa ta’ala menjaga mereka dari (tipu daya) setan dan musuh pun tunduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat’.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 4/109)

  Mendapat pembelaan dari Allah Ta’ala
Al-Imam Muslim meriwayatkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata: ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku berusaha menyambungnya namun mereka memutuskan hubungan denganku. Aku berbuat kebaikan kepada mereka namun mereka berbuat jelek. Aku bersabar dari mereka namun mereka berbuat kebodohan terhadapku.” Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Jika benar yang kamu ucapkan maka seolah-olah kamu menebarkan abu panas kepada mereka. Dan kamu senantiasa mendapat penolong dari Allah atas mereka selama kamu di atas hal itu.” (HR. Muslim)

  Memperoleh ampunan dan kecintaan dari Allah
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (At-Taghabun: 14)

Adalah Abu Bakr radhiyallahu’anhu dahulu biasa memberikan nafkah kepada orang-orang yang tidak mampu, di antaranya Misthah bin Utsatsah. Dia termasuk famili Abu Bakr dan muhajirin. Di saat tersebar berita dusta seputar ‘Aisyah binti Abi Bakr istri Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, Misthah termasuk salah seorang yang menyebarkannya. Kemudian Allah menurunkan ayat menjelaskan kesucian ‘Aisyah dari tuduhan kekejian. Misthah pun dihukum dera dan Allah Subhanahu wa ta’ala memberi taubat kepadanya. Setelah peristiwa itu, Abu Bakr radhiyallahu’anhu bersumpah untuk memutuskan nafkah dan pemberian kepadanya. Maka Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya:

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (An-Nur: 22)

Abu Bakr mengatakan: “Betul, demi Allah. Aku ingin agar Allah mengampuniku.” Lantas Abu Bakr radhiyallahu’anhu kembali memberikan nafkah kepada Misthah. (lihat Shahih Al-Bukhari no. 4750 dan Tafsir Ibnu Katsir 3/286-287)

Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sayangilah –makhluk– maka kamu akan disayangi Allah, dan berilah ampunan niscaya Allah mengampunimu.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 293)

Al-Munawi rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa ta’ala mencintai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang di antaranya adalah (sifat) rahmah dan pemaaf. Allah juga mencintai makhluk-Nya yang memiliki sifat tersebut.” (Faidhul Qadir 1/607)

Adapun Allah Subhanahu wa ta’ala mencintai orang yang memaafkan, karena memberi maaf termasuk berbuat baik kepada manusia. Sedangkan Allah Subhanahu wa ta’ala cinta kepada orang yang berbuat baik, sebagaimana firman-Nya:

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali ‘Imran: 134)

  Mulia di sisi Allah maupun di sisi manusia
Suatu hal yang telah diketahui bahwa orang yang memaafkan kesalahan orang lain, disamping tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala, ia juga mulia di mata manusia. Demikian pula ia akan mendapat pembelaan dari orang lain atas lawannya, dan tidak sedikit musuhnya berubah menjadi kawan. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ

“Shadaqah –hakikatnya– tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati (tawadhu’) karena Allah melainkan diangkat oleh Allah.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)

Seseorang yang disakiti oleh orang lain dan bersabar atasnya serta memaafkannya padahal dia mampu membalasnya maka sikap seperti ini sangat terpuji. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melakukan –pembalasan– maka Allah akan memanggilnya di hari kiamat di hadapan para makhluk sehingga memberikan pilihan kepadanya, bidadari mana yang ia inginkan.” (Hadits ini dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3394)

Demikian pula pemaafan terpuji bila kesalahan itu berkaitan dengan hak pribadi dan tidak berkaitan dengan hak Allah Subhanahu wa ta’ala. ‘Aisyah radhiyallahu’anha berkata: “Tidaklah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam membalas atau menghukum karena dirinya (disakiti) sedikit pun, kecuali bila kehormatan Allah dilukai. Maka beliau menghukum dengan sebab itu karena Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, tidaklah beliau disakiti pribadinya oleh orang-orang Badui yang kaku perangainya, atau orang-orang yang lemah imannya, atau bahkan dari musuhnya, kecuali beliau memaafkan. Ada orang yang menarik baju Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dengan keras hingga membekas pada pundaknya. Ada yang menuduh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam tidak adil dalam pembagia.  .  .  n harta rampasan perang. Ada pula yang hendak membunuh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam namun gagal karena pedang terjatuh dari tangannya. Mereka dan yang berbuat serupa dim aafkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Ini semua selama bentuk menyakitinya bukan melukai kehormatan Allah Subhanahu wa ta’ala dan permusuhan terhadap syariat-Nya. Namun bila menyentuh hak Allah dan agamanya, beliau pun marah dan menghukum karena Allah serta menjalankan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh karena itu, beliau melaksanakan cambuk terhadap orang yang menuduh istri beliau yang suci berbuat zina. Ketika menaklukkan kota Makkah, beliau memvonis mati terhadap sekelompok orang musyrik yang dahulu sangat menyakiti Nabi karena mereka banyak melukai kehormatan Allah Subhanahu wa ta’ala. (disarikan dari Al-Adab An-Nabawi hal. 193 karya Muhammad Al-Khauli)

Kemudian, pemaafan dikatakan terpuji bila muncul darinya akibat yang baik, karena ada pemaafan yang tidak menghasilkan perbaikan. Misalnya, ada seorang yang terkenal jahat dan suka membuat kerusakan di mana dia berbuat jahat kepada anda. Bila anda maafkan, dia akan terus berada di atas kejahatannya. Dalam keadaan seperti ini, yang utama tidak memaafkan dan menghukumnya sesuai kejahatannya sehingga dengan ini muncul kebaikan, yaitu efek jera. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menegaskan: “Melakukan perbaikan adalah wajib, sedangkan memaafkan adalah sunnah. Bila pemaafan mengakibatkan hilangnya perbaikan berarti mendahulukan yang sunnah atas yang wajib. Tentunya syariat ini tidak datang membawa hal yang seperti ini.” (lihat Makarimul Akhlaq karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin hal. 20)

Belajar bagaimana memaafkan dari Manusia-manusia pilihan
Orang yang mulia selalu menghiasi dirinya dengan kemuliaan dan selalu berusaha agar dalam hatinya tidak bersemayam sifat-sifat kejelekan. Para Nabi Allah merupakan teladan dalam hal memaafkan kesalahan orang. Misalnya adalah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Beliau telah disakiti oleh saudara-saudaranya sendiri dengan dilemparkan ke dalam sumur, lantas dijual kepada kafilah dagang sehingga berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan menanggung penderitaan yang tiada taranya. Namun Allah Subhanahu wa ta’ala berkehendak memuliakan hamba-Nya melalui ujian ini. Allah pun mengangkat kedudukan Nabi Yusuf ‘Alaihissalam sehingga menjadi bendahara negara di Mesir kala itu. Semua orang membutuhkannya, tidak terkecuali saudara-saudaranya yang dahulu pernah menyakitinya. Tatkala mereka datang ke Mesir untuk membeli kebutuhan pokok mereka, betapa terkejutnya saudara-saudara Nabi Yusuf ketika tahu bahwa Nabi Yusuf ‘Alaihissalam telah diangkat kedudukannya sebegitu mulianya. Mereka pun meminta maaf atas kesalahan mereka selama ini. Nabi Yusuf ‘Alaihissalam memaafkannya dan tidak membalas. Beliau mengatakan:

“Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian, mudah-mudahan Allah mengampuni (kalian), dan Dia adalah Maha penyayang di antara para Penyayang.” (Yusuf: 92)

Demikian pula Nabi Musa dan Nabi Khidhir, ketika keduanya melakukan perjalanan dan telah sampai pada penduduk suatu negeri. Keduanya meminta untuk dijamu oleh penduduk negeri itu karena mereka adalah tamu yang punya hak untuk dijamu. Namun penduduk negeri itu tidak mau menjamu. Ketika keduanya berjalan di negeri itu, didapatkannya dinding rumah yang hampir roboh, maka Nabi Khidhir ‘Alaihissalam menegakkan dinding tersebut.

Adapun Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, beliau adalah manusia yang terdepan dalam segala kebaikan. Pada suatu ketika ada seorang wanita Yahudi memberi hadiah kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam berupa daging kambing. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam tidak tahu ternyata daging itu telah diberi racun. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam pun memakannya. Setelah itu Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam diberi tahu bahwa daging itu ada racunnya. Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam berbekam dan dengan seizin Allah Subhanahu wa ta’ala beliau tidak meninggal. Wanita tadi dipanggil dan ditanya maksud tujuannya. Ternyata dia ingin membunuh Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam memaafkan dan tidak menghukumnya. (Bisa dilihat di Shahih Al-Bukhari no. 2617 dan Zadul Ma’ad 3/298)

-Jika kita didzolimi orang lain, bersabarlah-tegaslah membentuk hubungan yang baik, jauhi orang yang berperangai buruk dan bersamalah orang yang baik agar bisa selalu tolong menolong dalam kebaikan-hilangkan amarah, kebencian dan dendam-janganlah membalas dengan keburukan dan maafkanlah mereka dengan setulus-tulusnya maaf dan hanya kepada Allah-lah sebaik-baik penolong dan pelindung bagi kita-

Minggu, 01 Maret 2015

HADITS SHOHEH YANG MENJELASKAN HUKUM MEMBACA AL-QUR’AN BAGI ORANG JUNUB, WANITA HAID DAN NIFAS   

HADITS SHOHEH YANG MENJELASKAN HUKUM MEMBACA AL-QUR’AN BAGI ORANG JUNUB, WANITA HAID DAN NIFAS
                                            Ketika tidak ada satu pun dalil yang sah (shoheh dan hasan) yang melarang perempuan haid, nifas dan orang yang junub membaca ayat-ayat Al-Qur’an, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal tentang perintah dan keutamaan membaca Al-Qur’an secara mutlak termasuk perempuan haid, nifas dan orang yang junub.

Hadits Aisyah ketika dia haid sewaktu menunaikan ibadah haji.
 Dari Aisyah, ia berkata : Kami keluar (menunaikan haji) bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dan) kami tidak menyebut kecuali haji. Maka ketika kami sampai di (satu tempat bernama) Sarif aku haid. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemuiku dan aku sedang menangis, lalu beliau bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” Jawabku, “Aku ingin demi Alloh kalau sekiranya aku tidak haji pada tahun ini?” Jawabku, “Ya” Beliau bersabda, “Sesungguhnya (haid) ini adalah sesuatu yang telah Alloh tentukan untuk anak-anak perempuan Adam, oleh karena itu kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang sedang haji selain engkau tidak boleh thawaf di Ka’bah sampai engkau suci (dari haid)”
Shahih riwayat Bukhari (no. 305) dan Muslim (4/30)

Hadits yang mulia ini dijadikan dalil oleh para Ulama di antaranya amirul mu’minin fil hadits Al-Imam Al-Bukhari di kitab Shahih-nya bagian Kitabul Haid bab 7 dan Imam Ibnu Baththaal, Imam Ath-Thabari, Imam Ibnul Mundzir dan lain-lain bahwa perempuan haid, nifas dan orang yang junub boleh membaca Al-Qur’an dan tidak terlarang. Berdasarkan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah untuk mengerjakan apa-apa yang dikerjakan oleh orang yang sedang menunaikan ibadah haji selain thawaf dan tentunya juga terlarang shalat. Sedangkan yang selainnya boleh termasuk membaca Al-Qur’an. Karena kalau membaca Al-Qur’an terlarang bagi perempuan haid tentu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya kepada Aisyah. Sedangkan Aisyah saat itu sangat membutuhkan penjelasan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang boleh dan terlarang baginya. Menurut ushul “mengakhirkan keterangan dari waktu yang dibutuhkan tidak boleh.
                                              Dari Aisyah, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdzikir atas segala keadaannya” [Hadits shahih riwayat Muslim (1/194 dan lain-lain]

Hadits yang mulia ini juga dijadikan hujjah oleh Al-Imam Al-Bukhari dan lain-lain imam tentang bolehnya orang yang junub dan perempuan haid atau nifas membaca Al-Qur’an. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdzikir kepada Allah atas segala keadaannya dan yang termasuk berdzikir ialah membaca Al-Qur’an. Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikra (Al-Qur’an) ini, dan sesungguhnya Kami jugalah yang akan (tetap) menjaganya” [Al-Hijr : 9]

“Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikra (Al-Qur’an) supaya engkau jelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan agar supaya mereka berfikir” [An-Nahl : 44]

 Surat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Heracleus yang di dalamnya berisi ayat Al-Qur’an sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan lain-lain. Hadits yang mulia inipun dijadikan dalil tentang bolehnya orang yang junub membaca Al-Qur’an. Karena sudah barang tentu orang-orang kafir tidak selamat dari janabah, meskipun demikian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis surat kepada mereka yang didalamnya terdapat firman Allah.
                                              Ibnu Abbas mengatakan tidak mengapa bagi orang yang junub membaca Al-Qur’an (Shahih Bukhari Kitabul Haidh bab 7).
                      
Jika engkau berkata : Bukankah telah datang hadits bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membaca Al-Qur’an ketika janabah?

Maka jawabannya : Hadits yang dimaksud tidak sah dari hadits Ali bin Abi Thalib dengan lafadz.
“Sesungguhnya Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari tempat buang air (wc), lalu beliau makan daging bersama kami, dan tidak ada yang menghalangi beliau sesuatupun juga dari (membaca) Al-Qur’an selain janabah:
HADITS nya DLA’IF. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 229), Tirmidzi (no 164), Nasa’i (1/144), Ibnu Majah (no. 594), Ahmad (1/83, 84, 107 dan 124), Ath-Thayaalis di Musnad-nya (no. 94), Ibnu Khuzaimah di Shahih-nya (no. 208), Daruquthni (1/119), Hakim (1/152 dan 4/107) dan Baihaqiy (1/88-89) semuanya dari jalan Amr bin Murrah dari Abdullah bin Salimah dari Ali, marfu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam berbeda seperti diatas)

Hadits ini telah dishahihkan oleh Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Hakim, Adz-Dzahabi, Ibnu Sakan, Abdul Haq, Al-Baghawiy dan Syaikhul Imam Ahmad Muhammad Syakir di takhrij Tirmidzi dan takhrij musnad Ahmad.

Dan hadits ini telah didlaifkan oleh jama’ah ahli hadits –dan inilah yang benar- Insya Allah di antaranya oleh Syu’bah, Syafi’iy, Ahmad, Bukhari, Baihaqiy, Al-Mundziriy, An-Nawawi, Al-Khathaabiy dan Syaikhul Imam Al-Albani dan lain-lain.

Asy-Syafi’iy berkata ; “Ahli hadits tidak mentsabitkan (menguatkan)nya”. Yakni, ahli hadits tidak menguatkan riwayat Abdullah bin Salimah. Karena Amr bin Murrah yang meriwayatkan hadits ini Abdullah bin Salimah sesudah Abdullah bin Salimah tua dan berubah hafalannya. Demikian telah diterangkan oleh para Imam di atas. Oleh karena itu hadits ini kalau kita mengikuti kaidah-kaidah ilmu hadits, maka tidak ragu lagi tentang dla’ifnya dengan sebab di atas yaitu Abdullah bin Salimah ketika meriwayatkan hadits ini telah tua dan berubah hafalannya. Maka bagaimana mungkin hadits ini sah (shahih atau hasan)!. Selain itu hadits ini juga tidak bisa dijadikan dalil larangan bagi orang yang junub dan perempuan yang haid atau nifas membaca Al-Qur’an, karena semata-mata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membacanya dalam junub tidak berarti beliau melarangnya sampai datang larangan yang tegas dari beliau. Ini kalau kita takdirkan hadits di atas sah, apalagi hadits di atas dla’if tentunya lebih tidak mungkin lagi dijadikan sebagai hujjah atau dalil!

Meskipun demikian menyebut nama Alloh atau membaca Al-Qur’am dalam keadaan suci (berwudlu) lebih utama yakni hukumnya sunat berdasarkan hadits shahih di bawah ini.
                                               Dari Muhaajir bin Qunfudz, sesungguhnya dia pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang buang air kecil (kencing), lalu ia memberi salam kepada beliau akan tetapi beliau tidak menjawab (salam)nya sampai beliau berwudlu. Kemudian beliau beralasan dan bersabda : ”Sesungguhnya aku tidak suka menyebut nama Allah (berdzikir) kecuali dalam keadaan suci (berwudlu)” [Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan lain-lain]
Oleh ; Nurdin Latief ( abu Haekal )

HADITS DLA'IF YANG MENJELASKAN HUKUM MEMBACA AL-QUR’AN BAGI ORANG JUNUB, WANITA HAID DAN NIFAS

HADITS DLA'IF YANG MENJELASKAN HUKUM MEMBACA AL-QUR’AN BAGI ORANG JUNUB, WANITA HAID DAN NIFAS
                                               Dari Ibnu Umar, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Janganlah perempuan yang haid dan orang yang junub membaca sedikit pun juga dari (ayat) Al-Qur’an.”

Dalam riwayat yang lain, “Janganlah orang yang junub dan perempuan yang haid membaca sedikit pun juga dari (ayat) Al-Qur’an”
HADITS DLA’IF Dikeluarkan oleh Tirmidzi (no. 121). Ibnu Majah (no. 595 dan 596). Ad-Daruquthni (1/117) dan Baihaqiy (1/89), dari jalan Ismail bin Ayyaasy dari Musa bin Uqbah dari Naafi, dari Ibnu Umar (ia berkata seperti di atas)

Imam Bukhari berkata ; “Ismail (bin Ayyaasy) munkarul hadits (apabila dia meriwayatkan hadits) dari penduduk Hijaz dan penduduk Iraq”

Hadits di atas telah diriawayatkan oleh Ismail bin Ayyaasy dari Musa bin Uqbah seorang penduduk Iraq. Dengan demikian riwayat Ismail bin Ayyaasy dla’if.

Imam Az-Zaila’i di kitabnya Nashbur Raayah (I/195) menukil keterangan Imam Ibnu Adiy di kitabnya Al-Kaamil bahwa Ahmad dan Bukhari dan lain-lain telah melemahkan hadits ini dan Abu Hatim menyatakan bahwa yang benar hadits ini mauquf kepada Ibnu Umar (yakni yang benar bukan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi hanya perkataan Ibnu Umar).

Al-Hafidzh Ibnu Hajar berkata di kitabnya Talkhisul Habir (1/138) : Di dalam sanadnya ada Ismail bin Ayyaasy, sedangkan riwayatnya dari penduduk Hijaz dla’if dan di antaranya (hadits) ini. Ibnu Abi Hatim berkata dari bapaknya (Abu Hatim), “Hadits Ismail bin Ayyaasy ini keliru, dan (yang benar) dia hanya perkataan Ibnu Umar”. Dan telah berkata Abdullah bin Ahmad dari bapaknya (yaitu Imam Ahmad ia berkata), “(Hadits) ini batil, “Beliau mengingkari (riwayat) Ismail. Sekian dari Al-Hafidz Ibnu Hajar.

# Hadits lain yang keluar dari jalan Ibnu Umar

Dari jalan Abdul Malik bin Maslamah (ia berkata) Telah menceritakan kepadaku Mughirah bin Abdurrahman, dari Musa bin Uqbah dan Naafi, dari Ibnu Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh bagi orang junub membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an”
HADITS DLA’IF. Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni (1/117)

Al-Hafidz Ibnu Hajar telah melemahkan riwayat di atas disebabkan Abdul Malik bin Maslamah seorang rawi yang dla’if (Talkhisul Habir 1/138)

# Hadits lain yang keluar dari jalan Ibnu Umar.

Dari seorang laki-laki, dari Abu Ma’syar, dari Musa bin Uqbah, dari Naafi, dari Ibnu Umar, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Perempuan yang haid dan orang yang junub, keduanya tidak boleh membaca sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an”
HADITS DLA’IF. Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni (1/117)
                                          Riwayat ini dla’if karena : Pertama : Ada seorang rawi yang mubham (tidak disebut namanya yaitu dari seorang laki-laki). Kedua : Abu Ma’syar seorang rawi yang dla’if.

# Hadits lain yang keluar dari jalan Jabir bin Abdullah.
                                               Dari jalan Muhammad bin Fadl, dari bapaknya, dari Thawus, dari Jabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh bagi perempuan yang haid dan nifas (dalam riwayat yang lain : Orang yang junub) membaca (ayat) Al-Qur’an sedikitpun juga (dalam riwayat) yang lain : Sedikitpun juga dari (ayat) Al-Qur’an)”
HADITS MAUDHU, Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni (2/87) dan Abu Nua’im di kitabnya Al-Hilyah (4/22).

Sanad hadits ini maudhu (palsu) karena Muhammad bin Fadl bin Athiyah bin Umar telah dikatakan oleh para Imam ahli hadits sebagai pendusta sebagaimana keterangan Al-Hafidz Ibnu Hajar di Taqrib-nya (2/200). Dan di kitabnya Talkhisul Habir (1/138) beliau mengatakan bahwa orang ini matruk.

Ketika hadits-hadits diatas dari semua jalannya dla’if bahkan hadits terakhir maudhu, maka tidak bisa dijadikan sebagai dalil larangan bagi perempuan haid dan nifas dan orang yang junub membaca Al-Qur’an. Bahkan telah datang sejumlah dalil yang membolehkannya.
                                               Oleh ; Nurdin Latief ( Abu Haekal ). *baca artikel selanjutnya, Hadits shoheh HUKUM MEMBACA AL-QUR’AN BAGI ORANG JUNUB, WANITA HAID DAN NIFAS

Minggu, 22 Februari 2015

PEMBATAL AMAL

PEMBATAL AMAL ...                                                                                                                            .                                                 Hal Yang Membatalkan 'Amal
                                Sesungguhnya kebahagiaan abadi adalah di surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang tidak akan didapatkan oleh seorang hamba kecuali dengan menjauhi yang dianggap baik oleh sebuah jiwa akan tetapi akan menggugurkan pahala dan amalannya, Inilah di antaranya beberapa hal yg dapat membatalkan 'amal ; 1. Kufur dan syirik
                                   Berdasarkan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan perjumpaan di hari akhirat, maka gugurlah amalan-amalan mereka, dan tidaklah mereka diberi balasan kecuali dengan apa yang telah mereka perbuat (al a’raf:174) dan juga firman-Nya ” dan telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, jika kamu berbuat syirik, niscaya gugurlah amalan-amalanmu dan tentulah kamu menjadi orang yang merugi ” (az zumar: 65)
                                                   2. Murtad
                                 Berdasarkan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala : ” Barangsiapa yang murtad diantara kalian dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir, mereka itulah yang gugur amalan-amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka adalah penghuni neraka serta kekal di dalamnya.” (Al Baqarah : 217)
                                                   3. Riya’
                                 Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam” sesungguhnya dari yang saya takutkan terhadapmu adalah syirik kecil, yaitu riya” . Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (dalam sebuah hadits qudsi) pada hari kiamat, “Jika Alloh memberi balasan kepada manusia dari amalan-amalan. Maka pergilah kalian kepada amalan yang kamu berbuat riya' di dunia, maka lihatlah apakah kalian mendapatkan padanya pahala” (dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan al Baghawi dari hadits Mahmud bin Labid dengan sanad shahih menurut syarat muslim)
                                                    4. Mengungkit-ngungkit pemberian
                                  Berdasarkan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala ” Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian gugurkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebut (pemberian) dan menyakiti (hati penerima) (Al Baqarah : 264). Dan dari Abu Umamah Radiyallahu ‘anhu berkata Nabi shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: ” Tiga perkara yang Alloh tidak akan terima penolakan dan penebusan yaitu orng yang durhaka kepada orang tua, pengungkit-ngungkit pemberian dan orang yang mendustakan takdir (dikeluarkan oleh Ibnu Abi Ashim dan Thabrany dengan sanad hasan)
                                                   5. Mendustakan Takdir
                                  Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam “Kalau seandainya Alloh mengadzab penduduk langit dan bumi niscaya dia akan mengadzabnya sedang Dia tidak sedikitpun berbuat dzalim terhadap mereka, dan seandainya Dia merahmati mereka niscaya rahmat-Nya lebih baik dari amalan-amalan mereka. Seandainya seseorang menginfaqkan emas di jalan Alloh sebesar Gunung Uhud, tidaklah Alloh akan menerima infaq tersebut darimu sampai engkau beriman dengan takdir, dan ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) menimpamu tidak akan menyelisihimu, sedang apa yang (ditakdirkan) tidak menimpamu maka tida akan menimpamu, kalau seandainya engkau mati dalam keadaab mengimanai selalin ini (tidak beriman dengan takdir), niscaya engkau masuk neraka (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dan Ahmad, hadits ini shahih)
                                                   6. Meninggalkan shalat Ashr
                                      Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : “Orang yang meluputkan dari shalat ashar maka seolah-olah dia kehilangan keluarga dan hartanya (yakni tinggal sendirian tanpa harta dan keluarga), (Dari hadits Ibnu Umar, mutafaq ‘alaihi), dan juga sabda beliau “Barangsiapa meninggalkan shalat ashr maka sungguh gugurlah amalannya (Bukhari dari hadits Buraidah)
                                                   7. At Ta’ly atas Allah Subhanah
                                   Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Sesungguhnya seseorang yang berkata, Alloh tidak akan mengampuni terhadap si fulan, maka Alloh berkata, Barangsiapa beranggapan atas-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan, maka sungguh Aku telah mengampuni si fulan, dan engkau telah menggugurkan amalanmu, atau sebagaimana beliau katakan (dikelurkan oleh Muslim dari hadtis Jundub bin Abdullah Radhiyallu anhu) At Ta’ly atas Alloh yaitu : berkata tentang Alloh tanpa ilmu, menyepelekan luasnya rahmat Alloh dan bersumpah bahwa Alloh tidak akan mengampuni terhadap seseorang.
                                                   8. Menyelisihi Rosul shalallahu ‘alahihi wasallam -baik ucapan maupun amalan
                                  Berdasarkan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala : ” Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian angkat suara-suaramu diatas suara Nabi dan jangan kalian mengeraskan suara kepadanya layaknya seorang diantara kalian terhadap yang lainnya, sehingga akan gugurnya amalan-amalan kalian dalam keadaan kalian tidak menyadari” (Al Ahzab : 2). Dan firman-Nya : ” Hai orang-orang beriman taatlah Alloh dan Rosul-Nya dan jangan kalian gugurkan amalan-amalan kalian (Muhammad: 33)
                                                   9. Berbuat bid’ah dalam agama
                                  Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan kami ini, sesuatu yang tidak ada petunjuk agama padanya, maka itu tertolak (Mutafaq ‘alaih dari hadtis Aisyah radhiyallahu ‘anha) dalam riwayat Muslim disebutkan ” Barangsiapa beramal dengan amalan yang bukan perintah kami maka itu tertolak ”
                                              
10. Gembira dan Bahagia dengan terbunuhnya seorang mukmin
                                   Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Barangsiapa membunuh seorang mukmin dan berharap akan terbunuhnya maka Alloh tidak akan menerima darinya penolakan (adzab) ataupun penebusan. (dikelurkan oleh Abu Dawud dari hadits Ubadah bin shamit, hadits ini shahih).
                                                 11. Menetap di negeri-negeri kafir
                                   Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : ” Alloh Azza wajalla tidak akan menerima amalan dari seorang musyrik yang masuk islam sampai memisahkan musyrikin kepada muslimin” (Dikelurkan oleh Nasai dan Ahmad dari Hadits Mu’awiya bin Hayidah radhiyallahu ‘anhu dengan sanad hasan)
                                                  12 Mendatangi dukun dan tukang ramal
                                    Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : ” Barangsiapa mendatangi tukang ramal kemudian menanyakan tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama 40 hari (dikeluarkan oleh Muslim) dan sabdanya ” Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakan maka sungguh telah kafir kepada yang diturukan kepada Muhammad (Al Qur’an), (dikelurkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad, dari hadits Abu Hurairah, sahih)
                                                   13. Pecandu Khamar
                                   Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ”. Barangsiapa meminum khamar Alloh tidak akan terima darinya sholat empat puluh hari, apabila dia taubat, maka Alloh terima taubatnya, apabila dia kembali berbuat maka Alloh tidak akan terima lagi sholatnya selama 40 hari, dan apabila dia taubat maka Alloh tidak akan terima taubatnya, dan Alloh akan memberinya minum dari sungai Khibal”, dikatakan kepadanya “wahai Abu Abdiraman , apa sungai khibal tersebut, dia berkata : yaitu sungai dari nanah penduduk neraka (dikeluarkan oleh Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Umar, dan dia shahih), dan sabda Beliau Shalallahu Alaihi Wa Sallam “Pecandu khamr, jika mati maka akan menemui Alloh seperti penyembah berhala (dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dari hadits Ibnu Abbas, dan baginya ada syahid (penguat) dari hadits Abu Hurairah dikeluarkan oleh Ibnu Majah, secara keseluruhannya derajatnya hasan)
Berkata Ibnu Hiban : Serupa makna khabar ini dengan ” Barangsiapa bertemu Allah dari pecandu khamr dengan anggapan halal meminumnya, seperti penyembah berhala, karena kesamaan keduanya dalam kekufuran.
14. Berkata dusta dan beramal dengannya
                                  Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka tidak ada kepentingan bagi Alloh seseorang meninggalkan makan dan minumnya ” (dikeluarkan oleh Bukhari)
                                                 15. Memelihara anjing kecuali anjing yang dididik untuk pertanian atau berburu
                                   Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Barangsiapa memelihara anjing, maka akan berkurang amalannya setiap hari sebear satu qiroth (dalam riwayat lain dua qiroth), kecuali anjing untuk menjaga kebun atau anjing penjaga ternak (mutafaq alaihi, dan riwayat kedua dari muslim)
                                                 16. Budak yang lari dari Tuannya, tanpa karena takut atau keletihan dalam pekerjaan, sampai dia kembali kepada tuannya
                                                 17. Istri yang durhaka sampai kembali taat terhadap suaminya
Berkata Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Dua golongan yang sungguh sangat merugi yaitu seorang hamba yang lari dari tuannya sampai kembali kepada mereka dan seorang istri yang maksiat terhadap suaminya sampai dia kembali kepadanya (dikeluarkan oleh Hakim dan Thabrany dalam as shaghir, shahih)
                                                  18. Pemimpin Yang dibenci Kaumnya
                                  Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Tiga golongan yang sangat merugi yaitu seorang budak yang lari dari tuannya sampai dia kembali, seorang wanita yang bermalam dengan suaminya dalam keadaan (suami) murka padanya, dan seorang pemimpin yang dibenci kaumnya” (Dikeluarkan dan dihasankan oleh Tirmidzi) Berkata Tirmidzi : ” Sekelompok orang dari ahli ilmu membenci seseorang untuk memimpin sebuah kaum, yang mereka benci padanya. Apabila imam itu tidak dzalim, maka sesungguhnya dosa itu atas yang membencinya. Dinukilkan dari Manshur: Kami bertanya tentang perkara imam, maka dikatakan kepada kami: Pemimpin-pemimpin yang dzalim itu sangat menyusahkan, dan adapun yang menegakkan sunnah maka sesungguhnya dosa bagi siapa yang membencinya.”
                                                 19. Seorang muslim memboikot saudaranya muslim tanpa udzur syar’ie
                                   Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Dibukakan pintu-pintu surga pada hari Senin dan Kamis dan diampunkan bagi setiap hamba yang tidak mensekutukan Alloh dengan sesuatupun kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya ada kebencian” Beliau berkata, ” perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun, perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun, perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun.” (Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Abu Hurairah)
                                               Itu lah perbuatan-perbuatan yang dapat menggugurkan amalan-amalan. Dan bahayanya terhadap agamamu sangat jelas, maka jauhilah perkara tersebut dan berhati-hatilah darinya, dan hendaklah hatimu tetap berharap kepada sesuatu yang memberi manfaat kepadamu di dunia dan akhirat, karena setaip hati butuh kepada tarbiyah supaya suci dan terus bertambah suci hingga sampai usia lanjut sempurnalah dan perbaikilah .
Ya Alloh yang membolak-balikan hati tetapkanlah hati-hati kami atas agama-Mu, dan janganlah Engkau palingkan kami meskipun hanya sekejap saja.
Wallohu 'Alam